Selasa, 29 Juli 2014

Beranda » » Berita Gosip Terbaru Dunia Hiburan Indonesia Dan Luar Negeri: Hijrah Cinta, Film Terbaik Tentang Uje

Berita Gosip Terbaru Dunia Hiburan Indonesia Dan Luar Negeri
Berita Hiburan Liputan6.com menyajikan kabar berita gosip artis terbaru, dunia musik KPOP, lagu dan Film Indonesia hari ini 
Great rates not enough?

OptionsHouse is a cutting-edge platform with award-winning technology. Even with our professional tools, you'll still pay great rates.
From our sponsors
Hijrah Cinta, Film Terbaik Tentang Uje
Jul 29th 2014, 05:30, by Ade Irwansyah

Liputan6.com, Jakarta Lho, memangnya sudah ada berapa film layar lebar yang mengangkat kehidupan Ustad Jefri Al Buchori? Betul, baru satu. Dan Hijrah Cinta—yang rilis di bioskop bertepatan dengan libur Lebaran tahun ini— adalah yang pertama. Namun, tanpa ragu saya melabeli film ini sebagai yang terbaik karena berhasil menyuguhkan kisah hidup Uje sebagai sebuah karya sinema.

Akan tetapi, sebelum menelaah filmnya lebih jauh, ada baiknya kita membincangkan sosok Uje—panggilan akrab sang ustad—berikut signifikasinya bagi budaya pop kita.

Uje bukan pendakwah pertama yang menguasai lanskap budaya pop. Almarhum KH Zainuddin MZ sebelumnya juga sangat populer, bahkan dijuluki "Da'i Sejuta Ummat". Namun, dibanding Zainuddin, Uje tampaknya lebih berhasil. Uje diuntungkan dengan kian masifnya televisi menjadi pusat orang mencari hiburan dan edukasi—berikut mengisi santapan rohani. Zainuddin lahir dari budaya dakwah di kaset dan radio, Uje lahir dari budaya TV.

Gaya berdakwah Uje juga menjadi pembeda dari gaya pendakwah era sebelumnya. Uje memilih gaya berdakwah yang menyasar kaum muda. Ia, yang lahir dari Generasi MTV di tahun 1990-an, akrab dengan idiom-idiom anak muda. Sebutan `Ustad Gaul` pun disematkan padanya.

Syahdan, Jumat, 26 April 2013, Uje pergi meninggalkan kiat. Uje tewas akibat kecelakaan motor di usia 40 tahun. Ia pergi terlalu cepat. Gone too soon.

Di jagad budaya pop, apa hendak dikata, kepergian Uje yang mendadak, bisa sama halnya dengan kematian seorang rock star yang juga tiba-tiba. Dan sebagaimana hukum tak tertulis yang berlaku pada rock star, saat sang bintang meninggal di puncak popularitasnya, hal itu malah makin membuat sang bintang melegenda.

Ribuan orang yang meratapi kepergian Uje saat mensalatkan jenazahnya di masjid Istiqlal serta banyak orang yang terus menziarahi makamnya setiap waktu, membuktikan satu hal: Uje bukan hanya pendakwah besar di zaman kita, ia juga sang bintang yang telah jadi legenda.

Dan sebetulnya, hanya menunggu waktu sang legenda untuk difilmkan. Rupanya waktunya juga tak perlu terlalu lama, hanya lewat sedikit dari setahun sejak kematian Uje.

***
Menonton film tentang kisah hidup Uje yang tersaji di `Hijrah Cinta`, filmnya punya narasi yang sama dengan film religi 1980-an macam `Sunan Kalijaga` (1984). Jika Anda berkesempatan nonton film itu lagi, Anda bakal ketemu sebuah pola yang sama.

Di Sunan Kalijaga diceritakan seseorang bernama Raden Mas Said yang ketika muda menjadi maling budiman bak Robin Hood. Ia merampok dari orang kaya korup lalu dibagikan pada kaum miskin. Dicatat pengamat film Eric Sasono, `Sunan Kalijaga` termasuk ke dalam film tentang pembaruan Islam. Film ini, dicatat Eric, terbagi menjadi dua bagian yang nyaris tak berhubungan. Bagian pertama adalah kisah Raden Mas Said ketika belum masuk Islam. Sedangkan bagian kedua adalah ketika ia sudah menjadi Sunan Kalijaga dan menyebarkan ajaran Islam.

`Hijrah Cinta` tampaknya meminjam narasi yang sudah lazim di atas. Film ini pun rasanya bisa dibagi ke dalam dua bagian: bagian pertama ketika Uje sebagai Jefri, anak pendakwah yang bengal, menjadi pemain sinetron, dan larut dalam jerat kecanduan narkoba; sedang bagian kedua yakni ketika Jefri menjadi ustad dan pendakwah yang tenar.

Meski begitu ada perbedaan yang mendasar antara `Sunan Kalijaga` di tahun 1980-an dengan `Hijrah Cinta` di dekade kedua 2000-an. Yang menjadi pokok kesalehan atau pembaruan Islam dalam `Sunan Kalijaga` tak hanya kesalehan pribadi (dalam hal ini sang protagonis kita, dari Raden Mas Said menjadi Sunan Kalijaga), namun juga kesalehan umat. Pembaruan Islam bukan sekadar persoalan personal, tapi juga umat.

Sementara itu, `Hijrah Cinta` agaknya masih meneruskan narasi film religi dekade baru yang dimulai oleh Hanung Bramantyo lewat `Ayat-ayat Cinta` (AAC, 2008). Di situ, persoalan utamanya bukan lagi
kesalehan umat, tapi kesalehan pribadi. Fahri, tokoh utama `AAC`, didera berbagai persoalan yang menguji kesalehannya sebagai seorang muslim.

Di `Hijrah Cinta`, kita melihat Jefri yang semula hidupnya kotor dalam kubangan nafsu duniawi, bertransformasi menjadi sosok yang saleh dan bahkan menjadi ustad. Sekali lagi, yang menjadi fokus utama bukan umat, melainkan Uje sebagai pribadi.

Salahkah pilihan bertutur itu? Tidak, sama sekali tidak. Zamannya sudah berbeda saja. Dahulu, yang disajikan adalah seorang Muslim yang tak sekadar mensalehkan diri sendiri, tapi juga umat. Sekarang, kesalehan adalah persoalan personal.

Maka, meski Uje kemudian juga menjadi pendakwah yag bertugas membuat umat jadi lebih dekat dengan Sang Khalik, kian saleh dan beragama, fokus film tetap tertuju pada pribadi Uje. Kita melihat, misalnya, Uje yang akhirnya bisa menafkahi istrinya dengan jadi pendakwah dan juga bagaimana kesibukan Uje saat sudah tenar, serta menjelang kematiannya, ia merasa ada yang hampa setelah dirinya sedemikian ternama.

***
Uje di `Hijrah Cinta` adalah model bagi tokoh protagonis yang sama nilainya seperti Fahri di `AAC` atau tokoh protagonis lain di `Ketika Cinta Bertasbih I & II`, `Dalam Mirhab Cinta`, atau `Cinta Suci Zahrana`.

Dia sosok idola yang tampan yang berhasil bertransformasi, dan dengan begitu, mudah dicintai penonton.

Film karya Indra Gunawan ini—yang memasang Alfie Alfandy sebagai Uje dan Revalina S. Temat sebagai istrinya, Pipik—relatif berhasil memikat penonton.

Sineasnya tak larut untuk menyajikan sosok Uje yang serba sempurna. Alfie telah berakting demikian baik, tak hanya mampu meniru suara lengkingan khas Uje saat melantunkan ayat, namun juga memberikan gambaran Uje sebagai pecandu narkoba dengan meyakinkan. Meski terbilang artis anyar, Alfie mampu mengimbangi akting mumpuni Revalina. Akting keduanya mampu menyuguhkan film ini sehingga memiliki momen-momen yang mengundang haru.

Satu hal yang juga perlu diberi pujian, keberanian sineas menyuguhkan sosok Uje apa adanya, serta kerelaan pihak keluarga sisi kelam Uje dipertontonkan di layar lebar, sedikit banyak patut diacungi jempol.

Uje adalah sosok besar yang telah melegenda. Sebagai sosok besar, bukan tak mungkin suatu saat nanti bakal ada film Uje yang lain. Film Uje yang lain mau tak mau akan dibandingkan dengan film Uje versi
Alfie.

Dan rasanya, dengan kekuatan akting pelakonnya dan kelancaran bertutur, sulit mengalahkan Hijrah Cinta.(Ade/Mer)

(Meiristica Nurul)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.

Media files:
alfie02.gif
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions