Jakarta - Setelah novel 'Sitti Nurbaya' dipentaskan dalam bentuk drama musikal oleh Denny Malik dan dicetak ulang untuk yang ke-45 kalinya, karya sastra ini disebut akan tetap berpengaruh pada masa mendatang. Buku ini ditulis oleh Marah Rusli dan pertama kali dicetak oleh Balai Pustaka pada 1922.
Hal ini dikatakan oleh maestro puisi Sapardi Djoko Damodo dalam diskusi buku bertajuk 'Sitti Nurbaya dan Harkat Perempuan' yang diadakan Yayasan Lontar.
"Novel yang diterbitkan Balai Pustaka ini adalah novel sastra pertama yang terpenting di Indonesia," ujarnya di Galeri Indonesia Kaya, Selasa lalu (8/4/2014).
Sapardi mengatakan ada beberapa alasannya. Pertama, buku ini menjadi bacaan utama bagi kalangan menengah atas yang bersekolah. Karya Sitti Nurbaya dianggap roman remaja yang ringan bagi mereka.
"Di masa itu yang bersekolah adalah mereka golongan menengah ke atas dan pasti membaca novel ini karena bisa membaca. Apalagi saat itu terbitan Penerbit Balai Pustaka mendominasinya dengan editor Sutan Takdir Alisjahbana," katanya.
Kedua, penerbit Balai Pustaka juga memakai bahasa Melayu versi Balai Pustaka, bukan Hindia Belanda yang saat itu digunakan di media massa. Mereka juga menyuplai masyarakat pribumi dengan bacaan Balai Pustaka.
Menurutnya, saat itu pihak penerbit mengadakan konsep perpustakaan keliling yang bisa dibaca oleh siapa pun. "Ini yang membuat mereka dibaca menyeluruh." Next »
(tia/utw) This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers.